MERAMU INDONESIA: INDAHNYA HIDUP DI BANGSA YANG MAJEMUK

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “Meramu Indonesia: Indahnya Hidup Di Bangsa Yang Majemuk dengan tepat pada waktunya.
Melalui Makalah ini hendaknya dapat memotivasi pelajar untuk senantiasa mencari dan menemukan ide-ide yang bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah. Serta dapat melatih kemampuan pelajar dalam melakukan aktifitas-aktifitas menulis dan kegiatan positif lainnya.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan dan isi dari makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan, olehnya itu kritik dan saran yang sifatnya membangun, tetap saya harapkan demi kesempurnaan karya berikutnya.

Semoga makalah ini kelak dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.


Depok, 04 Oktober 2015

                                                                                 Penulis



MERAMU INDONESIA: INDAHNYA HIDUP DI BANGSA YANG MAJEMUK
Oleh: Jesica Suyanto


Indonesia patut bersyukur, kekayaan yang tak ternilai harganya dipersembahkan semesta kepada Negara ini. Tidak dapat dipungkiri, sebagai Negara maritim yang sebagian wilayahnya berbentuk kepulauan,  Indonesia dipenuhi oleh warna-warni bahasa, kekayaan alam, suku,  adat istiadat, dan agama. Telah menjadi kenyataan historis bahwa Indonesia adalah bangsa yang plural. Dari sisi agama, pluralitas bangsa ini tercermin dari adanya sejumlah agama yang dianut oleh penduduk Indonesia antara lain, Hindu, Budha, Islam, Protestan, Katolik, dan Khonghucu serta kepercayaan lainnya. Sungguh terdapat banyak kepercayaan yang berasal dari agama-agama itu sendiri. Kemajemukan ini jelas merupakan anugerah Tuhan yang harus disyukuri. Karena mengingkari kemajemukan berarti mengingkari kehendak Tuhan[1]. Seiring berjalannya waktu, perlahan-lahan identitas Indonesia sebagai bangsa yang menerapkan nilai Pancasila mulai memudar. Implementasi sila pertama pada Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” seakan terabaikan. Demikian halnya, berbagai praktek pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan diskriminasi atas nama perbedaan etnis, agama, ras, dan gender masih merupakan fakta konkrit di masyarakat, masalah ini terungkap sangat jelas menurut beberapa konferensi yang sering diadakan mengenai permasalahan Republik Indonesia (RI)[2].

Agama melalui kitab sucinya, diyakini sebagai sumber perdamaian. Namun, manakala ia dijadikan justifikasi atas peristiwa-peristiwa kekerasan di muka bumi oleh masing-masing penganutnya, sudah sewajarnya dipertanyakan kembali esensi pesan agama tersebut. Salah satu faktor yang menyebabkannya, karena manusia mengidentikkan diri dengan agamanya, bahkan mau memaksakan agamanya supaya ia dipandang benar di mata Tuhan-nya dan manusia lain[3].Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci[4]. Artinya seseorang yang beragama seharusnya menghidupkan tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan lingkungannya. Dari zaman reformasi sampai sekarang kebebasan dalam berpendapat dan berpolitik makin meluas. Kebebasan tersebut kemudian membuat kelompok apapun, termasuk kelompok agama berhak menyuarakan pendapat. Namun, kebebasan yang terkadang tidak terkendali membuat pertentangan muncul, bahkan pertentangan antar agama dan kehidupan beragama[5].
Semua agama mengajarkan tentang kebaikan dan hidup tentram. Tanpa disadari kelima sila Pancasila sudah mencerminkan ajaran-ajaran agama tersebut. Kebebasan yang sebebas-bebasnya sudah menidurkan bangsa Indonesia. Sejak menempuh pendidikan Sekolah Dasar generasi muda di ajar untuk menghafal dan menyebutkan Pancasila berulang-ulang dalam upacara bendera. Apakah peran kita sebagai generasi penerus bangsa yang telah membanggakan diri dengan mengatakan sila-sila Pancasila namun tidak diaktualisasikan dalam perbuatan konkret? Tidak mudah untuk mewujudkan kembali mimpi-mimpi pahlawan kita yang retak-retak namun apa gunanya Indonesia menghasilkan generasi muda jika tidak  turut mengambil andil dalam meneruskan perjuangan yang selama ini telah ditempuh nenek moyang kita. Soekarno mengatakan "Beri Aku 10 Pemuda, Maka Akan Kuguncang Dunia!" Kalimat ini bukan hanya ucapan belaka namun seharusnya kita sebagai generasi muda harus merealisasikannnya. Oleh karena itu generasi muda harus meramu Indonesia sehingga menciptakan toleransi dan kehidupan yang rukun antarumat beragama.
Dalam Landasan Konstitusional UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah sesuai agama dan kepercayaannya”, ini merupakan salah satu landasan yang jelas dalam hak setiap Rakyat Indonesia untuk beragama. Tujuan dari landasan berikut adalah untuk meningkatkan kerukunan, ketertiban dan kedamaian hidup dalam masyarakat, sehingga tujuan hidup akan terwujud secara bersama-sama[6].Bhineka tunggal Ika sebagai ikon pemersatu bangsa Indonesia ini di salah asumsikan oleh masyarakat. Indonesia dianggap sebagai bangsa yang majemuk, majemuk dianggap tidak sehat dalam menciptakan harmoni dan integrasi Indonesia yang ditengarai berbagai kerusuhan berbias etnis maupun agama. John Sydenham Furnivall termasuk orang yang pertama kali menyebut Indonesia masuk ke dalam kategori masyarakat majemuk (plural society). Masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat di mana sistem nilai yang dianut berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya membuat mereka kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat secara keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain[7]. Kekerasan agama sudah menjamur di Indonesia sampai tahun terakhir ini. Penyelewangan agama ini membuat paradigma masyarakat mengenai identitas agama di Indonesia sebagai lembaga ekstrim yang memaksakan para pengikutnya untuk mengabarkan ajaran-ajarannya dengan ancaman bahkan berbagai kekerasan lainnya. Kita melupakan bahwa Agama bertujuan untuk menjadikan setiap pemeluknya menjadi individu yang mulia. Hal itu tercermin dari komitmen ajaran-ajarannya yang menghendaki kedamaian dan anti kekerasan. Persoalannya kemudian, mengapa perilaku kekerasan justru kerap dilakukan oleh orang atau kelompok orang yang notabene beragama?[8].
Toleransi berasal dari bahasa Latin tolerare artinya menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Toleransi biasa juga diartikan sebagai sikap terbuka dan saling menghormati terhadap perbedaan[9]. Ledakan bom di Mega Kuningan yang meluluhlantahkan hotel berbintang JW Marriott dan Ritz Carlton, sangat menyedot perhatian publik. Sorotan terhadap aksi terorisme pun tidak dapat disangkal lagi. Dan memang terbukti hal itu adalah aksi dari pada terorisme. Aksi ini juga dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) di Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dalam kasusnya menabrak warga setempat, FPI juga merusak toko-toko dan beberapa diskotik yang berada di daerah Makassar, Sulawesi Selatan. Wakil Presiden RI pada periode 2004-2009 M Jusuf Kalla (JK) menilai, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) cukup kuat bagi pemerintah untuk menindak Front Pembela Islam (FPI) atas pelanggaran yang kerap dilakukannya[10].Opini publik pun mengarah kepada para radikalis Islam yang mana mempunyai jaringan teroris. Islam sebagai agama diakui oleh para teroris sebagai legitimasi pembenaran aksi terorisme mereka. Tidak aneh jika Islam kini menjadi sorotan [11].Kasus-kasus seperti ini sudah sering terjadi dalam komunitas Ahmadiyah. Sejumlah pemerintah daerah tingkat propinsi dan kabupaten/kota telah bertindak lebih jauh dan lebih keras terhadap komunitas Ahmadiyah dari SKB tahun 2008. Sejauh ini sudah ada 19 peraturan yang dikeluarkan gubernur, bupati/walikota, atau kepala kantor di tingkat Pemda terkait Ahmadiyah sepanjang Januari-Oktober 2011. Dalam kasus konflik rumah ibadah, khususnya kasus GKI Taman Yasmin yang terus berlarut-larut sampai mengundang perhatian internasional, juga menunjukkan tren pemerintah daerah bertindak lebih keras dibanding pemerintah pusat. Ketika segelintir rumah ibadah mengalami masalah bahkan diserang, yang hilang bukan hanya segelintir rumah ibadah itu, tetapi rasa aman. Apalagi jika penyebabnya beragam dan tak selalu jelas. Demikian pula ketika masjid di Cirebon atau gereja di Solo kedatangan seorang pembom bunuh diri, tanpa alasan jelas kenapa dua rumah ibadah itu yang dipilih[12].
Generasi muda adalah kelompok sosial yang sedang dalam proses mencari identitas. Oleh karena itu, generasi muda perlu memperoleh panduan dalam membentuk pengalaman baru tentang tata cara hidup berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh keyakinan terhadap ajaran agama masing-masing[13]. Salah satu cara yang mungkin untuk dilakukan adalah dengan menumbuhkan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam makna demokratis dalam jiwa bangsa kita. Terutama kepada generasi penerus bangsa agar mereka tidak terkontaminasi oleh kebiasaan-kebiasaan negatif yang mengekspresikan ”kebebasan dalam demokrasi”. Wadah yang paling cocok sebagai tempat untuk menanamkan dan menyadarkan nilai demokrasi adalah melalui pendidikan[14]. Pendidikan agama di sekolah dapat menjadi media yang tepat bagi orangtua untuk menjaminkan karakter anaknya dimasa mendatang. Buah hati bangsa Indonesia yaitu generasi muda diharapkan untuk memiliki kesadaran akan pentingnya menghormati maupun menghargai antar pemeluk agama, status sosial, menciptakan persatuan dan kesatuan rasa nasionalisme. Indahnya harmonisasi ketika sikap toleransi dimiliki oleh setiap orang. Setiap ada kesusahan, masyarakat saling membantu untuk menyelesaikannya. Ironisnya pendidikan agama di jadikan momok yang formalistik, ritualistik, legalistik, dan intelektualistik hanya terfokus pada kegiatan dan kerajinan melaksanakan ibadah serta menguasai rumusan-rumusan ajaran agamanya sendiri, tanpa memperhatikan pertumbuhan spiritualitas anak bangsa, dengan begitu masyarakat cenderung doktriner karena lebih menekankan ranah kognitif daripada ranah afektif dan psikomotor[15]. Seseorang dianggap toleran apabila ia menghargai hak-hak orang lain untuk mempertahankan dan menjalankan kepercayaan agamanya. Ia bisa saja menganggap bahwa hanya kepercayaannya yang benar sedangkan yang lain salah, namun ia di anggap toleran apabila ia mengakui bahwa semua orang mempunyai hak untuk mempertahankan pendapat agamanya[16].
Pada usia dini 0-6 tahun, otak berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk. Itulah masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa tersebut sebagai masa-masa emas anak (golden age). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli Perkembangan dan Perilaku Anak dari Amerika bernama Brazelton menyebutkan bahwa pengalaman anak pada bulan dan tahun pertama kehidupannya sangat menentukan apakah anak ini akan mampu menghadapi tantangan dalam kehidupannya dan apakah ia akan menunjukkan semangat tinggi untuk belajar dan berhasil dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, hendaknya kita memanfaatkan masa emas generasi muda untuk memberikan pendidikan karakter yang baik[17].
Melalui pendidikan agama generasi muda dikatakan berhasil apabila telah memiliki karakter yang berprinsip pada hal-hal yang positif. Pendidikan karakter adalah salah satu hal yang sederhana karena kata ‘karakter’ adalah semua pengembangan diri siswa dalam interaksi belajar hingga awal dan berakhirnya proses pengajaran bisa tercapai pembentukan siswa yang berkarakter.
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya[18]. Adapun Pendidikan karakter memiliki beberapa fungsi, diantaranya : pendidikan karakter dapat membentuk dan mengembangkan potensi yang ada dalam masing-masing anak agar berpola pikir yang baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karakter generasi muda yang bersifat negatif, tentunya pemerintah harus berpartisipasi serta bertanggung jawab dalam pengembangan potensi manusia atau warga negara Indonesia menuju bangsa yang berkarakter. Selain itu, pendidikan karakter berfungsi memilih nilai-nilai budaya bangsa itu sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk menjadikan manusia yang berkarakter sehingga menjadi bangsa yang bermartabat[19]. Namun yang menjadi permasalahan, beberapa orang tua dan guru sekarang ini lebih mementingkan aspek kecerdasan otak anak daripada pendidikan karakter.
Bagaimana cara untuk membangun karakter generasi muda melalui pendidikan agama?
Sejauh ini, pemerintah telah berusaha menyempurnakan kurikulum di tahun 2013 dan telah diterapkan di beberapa wilayah-wilayah di Indonesia dengan sistem pendidikan karakter bangsa. Dalam pembukaan UUD tahun 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Perwujudan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang merupakan produk undang-undang pendidikan pertama pada awal abad ke-21. Undang-undang ini menjadi dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, dan otonomi pendidikan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pendidikan yang ditetapkan pemerintah mempunyai visi yaitu terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah[20]. Jadi, jelas bahwa UU pemerintah memberdayakan guru-guru di sekolah yang mampu mewujudkan visi dan amanah ini. Tetapi pada kenyataannya, masih saja percik api perselisihan. Karena itu sistem pedidikan di Indonesia perlu dievaluasi secara berkesinambungan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan globalisasi.
Upaya yang perlu ditingkatkan dalam sistem pendidikan adalah :
(a)Pengoptimalan tingkat kesadaran ideologi bangsa. Kesadaran terhadap ideologi bangsa harus dibangkitkan dan ditingkatkan. Nilai-nilai utama Pancasila yang berisi nilai-nilai ketuhanan, keilmuan dan kebangsaan harus ditanamkan, dipupuk dan disemai dalam jiwa segenap generasi muda sedini mungkin melalui berbagai upaya yang dilakukan secara terprogram, bertahap dan berkesinambungan. Generasi muda harus memiliki tingkat kesadaran yang tinggi terhadap ideologi bangsa yaitu Pancasila. Dengan tingginya tingkat kesadaran terhadap ideologi Pancasila, generasi muda akan mampu memainkan peranannya dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.
(b)Terwujudnya landasan pedagogis untuk menanamkan kesadaran nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Bangsa Indonesia perlu mengembangkan landasan  pedagogis untuk menanamkan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
(c)Terwujudnya kolaborasi antar komponen bangsa dalam upaya menanamkan kesadaran nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Kolaborasi antar komponen bangsa yang terdiri dari: orang tua, masyarakat, lembaga pendidikan, media massa, dan lembaga agama harus segera diwujudkan, sehingga tercapai kesamaan visi dan misi dalam menanamkan kesadaran nilai-nilai budaya dan karakter bangsa[21].
Tidak dapat dipungkiri, penyebab kemajemukan dalam Indonesia tidak terlepas dari pengaruh budaya luar. Era globalisasi membawa pengaruh yang baik dan buruk terhadap keadaan suatu bangsa dan generasi. Oleh karena itu, sebagai generasi yang akan membawa masa depan Indonesia, haruslah mampu menyaring pengaruh buruk globalisasi dan memanfaatkan pengaruh yang baik. Meskipun globalisasi selalu identik dengan modernisasi, Indonesia tidak boleh melupakan dasar negara, yaitu Pancasila dalam setiap aspek kehidupan maupun pemerintahan negara. Karena Pancasila merupakan cermin kepribadian bangsa Indonesia yang paling realistis. Generasi muda harus mampu menempatkan pancasila sebagai dasar hukum tertinggi Indonesia[22] tanpa mengabaikan untuk tetap menanamkan dan merawat nilai-nilai spiritual dalam masyarakat.
Perbedaan tidak dapat dipandang sebagai pemicu terjadinya perpecahan. Terlebih ketika itu menyangkut agama. Sebuah keyakinan yang membawa perdamaian pada setiap ajarannya. Maka sudah sepatutnya, Indonesia sebagai bangsa yang majemuk memandang perbedaan tersebut sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Generasi yang menjadi penerus masa depan bangsa sudah sewajarnya mempersiapkan sejak dini solusi atas permasalahan konflik keagamaan yang santer tejadi. Maka dengan memaknai indahnya toleransi, generasi muda siap meramu Indonesia menjadi lebih damai dan rukun.






[1]Dr.Phil. Zainul Fuad : “Kontribusi Agama Dalam Menciptakan Harmonitas Sosial” http://sumut.kemenag.go.id diakses tanggal 12 September 2013
[2]Tembi.net: “Konferensi Nasional Jaringan Antariman Di Indonesia"Agama-Agama Untuk Keadilan Dan Perdamaian
[3]Prof. Dr. Olaf H. Schumann “Agama-Agama Kekerasan dan Perdamaian” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005 )
[4]Wikipedia : “Emile Durkheim” http://en.wikipedia.org/wiki/%C3%89mile_Durkheim diakses tanggal 8 September 2013
[5]Sindonews.com : “Pancasila,Agama Miliki Keterkaitan Kuat” http://sports.sindonews.com/read/2013/01/29/12/712148/pancasila-agama-miliki-keterkaitan-kuat diakses tanggal 8 September 2013
[6]Budi Ardiansyah, Tumbuhnya Toleransi Melalui Persahabatan (Jakarta : Intimedia, 2010) halaman 14
[7]Tafsiran Furnivall oleh Nasikun dalam Nasikun, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 2006) halaman 39-40
[8]DR. Zirmansyah dan Tim Peneliti Puslitbang, Pandangan Masyarakat Terhadap Tindak Kekerasan Atas Nama Agama (Jakarta : Maloho Jaya Abadi Press, 2010) halaman 2
[9]Budi Ardiansyah, Tumbuhnya Toleransi Melalui Persahabatan (Jakarta : Intimedia, 2010) halaman 9-10
[10]Kompas.com : “JK: FPI Bisa Ditindak dengan UU Ormas” http://kompas.com diakses tanggal 8 September 2013
[12]CRCS UGM, Siaran Pers Peluncuran Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2011 : “Problemnya Bukan Hanya Jumlah Kekerasan, Tetapi Hilangnya Rasa Aman!” http://crcs.ugm.ac.id/news/765/Problemnya-Bukan-Hanya-Jumlah-Kekerasan-Tetapi-Hilangnya-Rasa-Aman.html diakses tanggal 12 September 2013
[13]Badan Kesatuan Bangsa dan Limnas Provinsi DIY : “Forum Dialog Generasi Muda Lintas Agama 7 Maret 2012”http://www.kesbanglinmas.jogjaprov.go.id/content/view/70/10 diakses tanggal 12 September 2013
[14]Nur Laili Fitriyah, Dosen Tetap Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah UIN Maulanan Malik Ibrahim Malang : “Membangun Pembelajaran Demokratis Berwawasan Multikultural” (Madrasah, Vol. 5 No. 1 Juli-Desember 2012) halaman 3
[15]S.Belen, Pendidikan Regiolitas di Sekolah (Jakarta : Depdiknas, 2006) halaman 3
[16]Dr.Phil. Zainul Fuad : “Kontribusi Agama Dalam Menciptakan Harmonitas Sosial” http://sumut.kemenag.go.id diakses tanggal 12 September
[17] Pendidikankarakter.com :” Membangun Karakter Sejak Pendidikan Anak Usia Dini” http://www.pendidikankarakter.com/membangun-karakter-sejak-pendidikan-anak-usia-dini diakses tanggal 14 September 2013
[18] Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI : “Kurikulum Pendidikan Yang Berkarakter” http://www.balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/jurnal-kediklatan/545-kurikulum-pendidikan-yang-berkarakter.html diakses tanggal 14 September 2013
[19] Bety Indrajayanti (Mahasiswa Hukum dan Sipil di UNY) :“Pendidikan Karakter Bagi Generasi Muda di Era Globalisasi“ http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/24/pendidikan-karakter-bagi-generasi-muda-di-era-globalisai-562722.html diakses tanggal 14 September 2013
[20] Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, Dokumen Kurikulum 2013 (Jakarta : Kemdikbud, 2012) halaman 1
[21] STTAL : “Konsepsi Pembinaan Karakter Generasi Muda Guna Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia” http://www.sttal.ac.id/html/index.php?id=artikel&kode=2 diakses tanggal 14 September 2013
[22] Alfi nur aini  : “Peran Pancasila dalam Pandangan generasi Muda di Era Global”http://alphiee-s.blogspot.com/2012/04/peran-penting-pancasila-dalam-pandangan.html diakses tanggal 15 September 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengoperasikan MS Access

Riset Operasi (Operation Research)

7 Makanan Khas Makassar yang Wajib dicoba