Perkembangan Budaya Politik di Indonesia
PERKEMBANGAN
BUDAYA POLITIK DI INDONESIA
Makalah Ini Disusun Dalam Rangka
Melaksanakan Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar (ISD)
Disusun oleh:
Jesica Suyanto (NPM : 13315556)
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul Perkembangan Budaya Politik di Indonesia ini
dengan baik.
Kiranya kegiatan pembuatan makalah ini dapat memotivasi mahasiswa untuk
senantiasa mencari dan menemukan ide-ide yang bermanfaat bagi masyarakat dan
pemerintah.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan dan isi dari makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, olehnya itu kritik dan saran yang sifatnya membangun, tetap
kami harapkan demi kesempurnaan karya berikutnya.
Semoga karya tulis ini kelak dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Depok, 20
Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A.
Latar Belakang .......................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ..................................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan ....................................................................... 2
D.
Manfaat Penulisan ..................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................... 4
BAB III. PENUTUP ................................................................................... 29
A.
Simpulan ................................................................................... 29
B.
Saran ......................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
BAB.
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya
tidak selalu cendrung dengan adat istiadat atau seni suatu kelompok masyarakat.
Budaya dapat diartikan sebagai pola sifat, prinsip, idealisme yang mengarah
kepada tatanan hidup di suatu daerah. Politik sebagai fasilitas masyarakat
untuk mengajukan aspirasi tersebut. Tujuan utama dari politik yaitu menciptakan
keteraturan masyarakatnya dan tercapainya kesejahteraan bersama baik dalam
lingkungannya sendiri (negara) maupun hubungannya dengan wilayah lain.
Budaya
politik – sebagai unsur dari kebudayaan − merupakan sesuatu yang inheren pada
setiap masyarakat yang terdiri atas sejumlah individu yang hidup, baik dalam
sistem politik tradisional, transisional, maupun modern. Dalam hal ini Almond
dan Verba (dalam Gaffer, 2006:99) mendefinisikan budaya politik sebagai “sikap
individu terhadap sistem politik dan komponen-komponennya, dan juga sikap
individu terhadap peranan yang dapat dimainkan dalam sebuah sistem politik.
Sedangkan David Easton (dalam Winarno, 2008:15) menyatakan bahwa budaya politik
adalah “all politically relevan
orientation whether of cognitive, evaluative, or expressive sort.”
Setiap
warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspekaspek
politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya
dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik
politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau
berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung,
berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.
Bentuk
dari budaya politik dalam suatu masyarakat dipengaruhi antara lain oleh sejarah
perkembangan dari system, oleh agama yang terdapat dalam masyarakat itu,
kesukuan status social, konsep mengenai kekuasaan, kepemimpinan, dan
sebagainya. Menurut Samuel H.Beer dan Adam B. Ulam serta Gilbert Abrican dan
George S. Masannat, umumnya dianggap dalam sistem politik terdapat empat
variabel, yaitu : (1) kekuasaan – sebagai cara untuk mencapai hal yang
diinginkan antara lain membagi sumber-sumber di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat; (2) kepentingan – tujuan-tujuan
yang dikejar oleh pelaku-pelaku atau kelompokk politik; (3) kebijakan –
hasil dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam bentuk
peraturan perundang-undangan; serta (4) budaya politik – orientasi subjektif
dari individu terhadap sistem politik.
Budaya
Politik patut dikembangkan untuk menciptakan tujuan dari politik itu sendiri.
Realitanya Indonesia masih menjadi buah bibir dari negara tetangga karena
diragukan dalam keamanan negara itu sendiri, para aktivis tidak
tanggung-tanggung mengadakan demo di sejumlah daerah karena ketidaksetujuan
terhadap tindakan pemerintah. Budaya politik di Indonesia patut dikaji lebih
dalam agar kita dapat mengetahui seluk-beluk dan mencari solusi untuk tindakan
pemerintah selanjutnya dalam menggunakan jabatan dengan sebaik-baiknya dan
berbakti khusus pada warga negara Indonesia
agar mencapai tujuan mulia dari politik.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah Bagaimanakah
sejarah perkembangan budaya politik di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan
karya tulis ini adalah untuk mengetahui tentang sejarah perkembangan budaya
politik di Indonesia agar meciptakan tujuan dari politik.
D. Manfaat Penelitian
- Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
- Menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang politik.
- Menjadi bahan masukan bagi pemerintah.
- Menjadi bahan masukan bagi masyarakat dalam membentuk anak-anak bangsa yang mampu mengikuti perkembangan budaya politik dan lebih dalam mengkaji tentang usaha-usaha yang perlu ditingkatkan dalam kinerja pemerintahan di Indonesia.
- Menjadi sumber referensi bagi Penulis dalam memperluas wawasan dan pengetahuan serta melatih diri untuk aktif dalam kegiatan menulis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep-konsep pokok yang dipelajari dalam ilmu politik
a. Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya
b. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi
tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan
dari pelakunya
c. Pengambilan keputusan adalah membuat pilihan diantara beberapa
alternatif
sedangkan istilah pngambilan keputusan menunjukkan pada proses yang
terjadi sampai keputusan itu tercapai
d. Kebijakan umum adalah kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang pelaku
atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara
untuk mencapai tujuan-tujuan itu.
e. Pembagian adalah pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai dalam
masyarakat, yang ditekankan bahwa pembagian selalu tidak merata sehingga timbul
konflik konsep dalam ilmu-ilmu politik.
B.
Komponen-Komponen
Budaya Politik
Seperti
dikatakan oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr., bahwa budaya
politik merupakan dimensi psikologis dalam suatu sistem politik. Maksud dari
pernyataan ini menurut Ranney, adalah karena budaya politik menjadi satu
lingkungan psikologis, bagi terselenggaranya konflik-konflik politik (dinamika
politik) dan terjadinya proses pembuatan kebijakan politik. Sebagai suatu
lingkungan psikologis, maka komponen-komponen berisikan unsur-unsur psikis
dalam diri masyarakat yang terkategori menjadi beberapa unsur. Menurut Ranney,
terdapat dua komponen utama dari budaya politik, yaitu orientasi kognitif
(cognitive orientations) dan orientasi
afektif (affective oreintatations).
Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang
dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya
politik mengandung tiga komponen obyek politik yaitu Orientasi kognitif yaitu berupa pengetahuan dan
kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan
outputnya. Orientasi afektif yaitu perasaan terhadap sistem politik,
peranannya, para aktor dan penampilannya. Orientasi evaluatif yaitu
keputusan dan pendapat tentang objek-objek politik yang secara tipikal
melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.
Berikut ini
berberapa contoh generalisasi yang berkenaan dengan politik sebagaimana ditulis
oleh Banks dan Clegg, Jr. :
- Didalam
setap masyarakat dan lembaga, peraturan dan hukum tumbuh untuk
mengendalikan tingkah laku para individu warganya; para individu biasanya
mengalami salah satu jenis hukum apabila penguasa berhasil menangkap
mereka karena melanggar hukum.
- Para
penguasa cenderung menolak setiap perubahan yang dirasakan akan mengurangi
kekusaan dan pengaruh mereka.
- Konflik
timbul dalam suatu system politik apabila para individu atau kelompok
mempunyai tujuan yang bersaing dan mengartikan hukum secara berlainan
tiap-tiap masyarakat. Sedangkan ilmu politik lebih memusatkan pada
kekuasaan dan kebijakan dengan memahami struktur sosial pada masyarakat.
C.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kekuatan politik di Indonesia
- Pengaruh
Kekuatan Politik di Bidang Hukum
Dari kenyataan ini
disadari, adanya suatu ruang yang absah bagi masuknya suatu proses politik
melalui wadah institusi politik untuk terbentuknya suatu produk hukum.
Sehubungan dengan itu, ada dua kata kunci yang akan diteliti lebih jauh tentang
pengaruh kekuatan dalam hukum yakni mencakup kata process dan kata institutions,
dalam mewujudkan suatu peraturan perundang-undangan sebagai produk politik.
Pengaruh itu akan semakin nampak pada produk peraturan perundang-undang oleh
suatu institusi politik yang sangat dpengarhi oleh kekuata-kekuatan politik
yang besar dalam institusi politik. Sehubungan dengan masalah ini, Miriam
Budiarjo berpendapat bahwa kekuasaan politik diartikan sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun
akibat-akibatnya, sesuai dengan pemegang kekuasaan (M.Kusnadi, SH., 2000 :
118). Dalam proses pembentukan peraturan hukum oleh institusi politik peranan
kekuatan politik yang duduk dalam institusi politik itu adalah sangat
menentukan. Institusi politik secara resmi diberikan otoritas untuk membentuk
hukum hanyalah sebuah institusi yang vacum
tanpa diisi oleh mereka diberikan kewenangan untuk itu. karena itu institusi
politik hanya alat belaka dari kelompok pemegang kekuasaan politik. Kekuatan-
kekuatan politik dapat dilihat dari dua sisi yakni sisi kekuasaan yang dimiliki
oleh kekuatan politik formal (institusi politik) dalam hal ini yang tercermin
dalam struktur kekuasaan lembaga negara, seperti Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat dan lembaga-lembaga negara lainnya dan sisi kekuatan politik dari
infrastruktur politik adalah seperti: partai politik, tokoh-tokoh masyarakat,
organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi profesi dan
lain-lain. Dengan demikian dapatlah disimpilkan bahwa pembentukan produk hukum
adalah lahir dari pengaruh kekuatan politik melalui proses politik dalam
institusi negara yang diberikan otoritas untuk itu. Pengaruh kekuatan-kekuatan
politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang geraknya dengan berlakunya sistem
konstitusional berdasarkan checks and
balances, seperti yang dianut Undang-Undang dasar 1945 (UUD 1945) setelah
perubahan. Jika diteliti lebih dalam materi perubahan UUD 1945 mengenai
penyelenggaraan kekuasaan negara adalah mempertegas kekuasaan dan wewenang
masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas kekuasaan setiap
lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan
negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang demikian disebut sistem “checks and balances”, yaitu pembatasan
kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang
tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama di atur berdasarkan
fungsi-fungsi masing-masing.
Dengan sistem yang demikian,
memberikan kesempatan kepada setiap warga negara yang merasa dirugikan hak
konstitusionalnya oleh produk politik dari instutusi politik pembentuk hukum
untuk mengajukan gugatan terhadap institusi negara tersebut. Dalam hal
pelanggaran tersebut dilakukan melalui pembentukan undang-undang maka dapat
diajukan keberatan kepada Mahkmah Konstitusi dan dalam hal segala produk hukum
dari institusi politik lainnya dibawah undang-undang diajukan kepada Mahkamah
Agung.
- Pengaruh Kekuatan Politik Mahasiswa di Indonesia
Mahasiswa yang disebut
juga sebagai generasi muda tentu mempunyai pemikiran ilmiah, sifat kritis dan
logika dalam melihat kondisi negara. Mahasiswa juga mempunyai pengaruh yang
besar seperti pada saat bergabungnya para mahasiswa dalam kelompok bernama KAMI yang bertujuan melakukan perlawanan
terhadap kebijakan pemerintah yang memberatkan hati rakyat. Pengaruh mahasiswa
yang paling menonjol di era ini yaitu bersama pemuda dan masyarakat mampu
menurunkan kekuasaan presiden Soeharto pada tahun 1998.
Mahasiswa sebagai
komponen universitas mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam pemikiran,
pembicaraan, dan penelitian tentang berbagai masalah, yang mana kesempatan
tersebut tidak dimiliki oleh angkatan muda pada umumnya, sehingga mahasiswa
termasuk yang terkemuka dalam memberi perhatian pada masalah-masalah yang
dihadapi masyarakat secara nasional. Bagaimanapun mahasiswa dijegal oleh
beragam aturan dalam kampus, mereka tetap merupakan kekuatan politik yang
besar, sehingga para elit kekuasaan memanfaatkan mahasiswa untuk menjatuhkan
penguasa. Pengaruh Mahasiswa di era Reformasi :
- Mahasiswa
sebagai cikal bakal pemimpin bangsa, mahasiswa memegang pengaruh yang
sangat besar. Mahasiswa bisa lebih sering dan bebas memberikan kritik pada
pemerintah bisa lebih luas berbicara, berpendapat, dan menyampaikan
aspirasi, serta turut serta dalam pengawasan pembangunan.
- Mahasiswa
memiliki sikap kritis terhadap segala kebijakan pemerintah, dan mahasiswa
memiliki sifat nasionalisme yang tinggi
- Kelemahan
Mahasiswa era Reformasi :
- Mahasiswa
memiliki tingkat emosi yang tinggi, sehingga mudah tersulut provokasi,
selain itu juga cenderung anarkis.
- Pasca
reformasi, mahasiswa kurang berkontribusi, kebanyakan para mahasiswa
menjadi mahasiswa kupu-kupu
(kuliah pulang-kuliah pulang) dan cendering apatis terhadap kondisi negara
saat ini.
- Fungsi
Mahasiswa Indonesia yaitu :
-
Sebagai pengontrol pemerintah.
-
Sebagai penggerak massa.
-
Sebagai agent of change.
- Pengaruh Kekuatan Politik Pers dan Pengusaha
Pers, sebagai pembentuk
opini publik lewat media-media yang mereka gawangi, juga dapat dikategorikan
sebagai salah satu kekuatan politik di Indonesia. Pers dianggap sebagai
kekuatan yang dianggap berpengaruh, kuatnya pengaruh pers sehingga di masa Orde
Baru dikenal Departemen Penerangan yang menjegal kekuatan politik pers dan
kebebasan mereka.
Sementara pengusaha,
sebagai pelaku pasar yang dapat memanfaatkan isu dan sebagai sumber utama
pemungutan pajak, menjadi dekat dengan pemerintah. Dalam hal ini terjadi siklus
dimana pengusaha menjadi financial
supporter bagi bakal calon Gubernur, Walikota, atau Bupati, dengan cara
mempengaruhi para aparat legislatif dengan politik uang sebelum pemilihan
diadakan. Uang yang mereka keluarkan dianggap sebagai investasi yang akan
terbayar ketika calon mereka telah menduduki kekuasaannya dan dapat membantu
mereka memenangkan tender berbagai proyek raksasa. Itulah sebabnya orang kaya
di Indonesia itu-itu saja, dalam arti kekayaan mereka tersebut tidak memberikan
manfaat besar pada masyarakat umum (trickle
down theory).
4. Pengaruh Kekuatan Partai Politik dalam Proses Pembuatan dan Penerapan
Kebijakan di Indonesia
Seperti kita ketahui
bahwa dalam teori system menurut David Easton, terdapat tiga proses yang
menjadi saluran bagi terselenggaranya sebuah system, yaitu input, process dan output. Input terdiri dari tuntutan dan dukungan yang datang dari
masyarakat, process yang tidak lain adalah proses pembuatan kebijakan, dan
output yang berhubungan dengan proses pelaksanaan kebijakan.
Seperti kita ketahui,
Gabriel Almond dalam teori sistemnya menjelaskan bahwa ada unsur-unsur yang
melingkupinya, yaitu adanya kelompok kepentingan (interest group), partai politik, badan legislatif, badan eksekutif,
brokrasi dan badan yudikatif. Unsur-unsur tersebut melekat pada fungsi input
dan output. Fungsi input dalam system ini meliputi berbagai hal, seperti
artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, sosialisasi politik, komunikasi
politik, dan rekruitmen politik. Sedangkan pada fungsi output, terdapat
unsur-unsur seperti pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan ajudikasi
kebijakan. Jika kita mencermati lebih lanjut, hal-hal yang terdapat pada fungsi
input, seperti artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, sosialisasi
politik, komunikasi politik, dan rekruitmen politik, hal-hal demikian juga
melekat pada fungsi utama partai politik.
Hal itulah yang membuat
partai politik merupakan elemen yang begitu penting dalam berjalannya suatu
sistem politik di suatu Negara, tak terkecuali Indonesia. Lebih lanjut lagi,
Gabriel Almond juga mengemukakan bahwa ada dua elemen penting dalam proses
pembuatan dan penerapan kebijakan, yaitu kelompok kepentingan dan partai
politik. Hal itu semakin mempertegas akan besarnya peranan partai politik dalam
proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan di Indonesia yang dijelaskan sebagai
berikut:
- Dalam
proses pembuatan kebijakan
- Dalam
proses penerapan kebijakan
5. Pengaruh Kekuatan Politik Golongan Cendikiawan
Dengan asumsi bahwa
intelektual bekerja secara jujur, dan untuk kepentingan masyarakat banyak, maka
kehadiran mereka sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena perubahan
masyarakat yang terus-menerus terjadi, dan tidak pernah dicegah oleh ideologi
negara maupun agama, memerlukan bimbingan intelektual agar tidak menimbulkan
kekacauan. Akan menjadi sangat ironis apabila negara dan agama membiarkan
perubahan tata kehidupan terus berlangsung, tetapi tidak menyodorkan jalan
keluar bagi masalah-masalah yang ditimbulkannya. Dalam konteks pemikiran
keagamaan, peranan intelektual diperlukan karena Tuhan tidak lagi menurunkan
petunjuk-petunjuk baru. Karena itu, apabila agama menolak peranan intelektual,
berarti ia tidak bertanggaung jawab terhadap perubahan masyarakat. Dalam
keadaan seperti ini, agama akan justru menjadi bagian dari masalah sosial.
Pada kenyataaannya,
agama cukup tanggap terhadap masalah sosial yang timbul terhadap masalah sosial
yang timbul dalam kehidupan modern sekarang, dengan mengembangkan ilmu
pengetahuan atau ekonomi. Kemudian, yang menjadu pertanyaan adalah apakah ada
perbedaan subtansial dan berimplikasi praktis, bila dibandingkan dengan ilmu
pengetahuan dan ekonomi. Bila perbedaan itu tidak ada, maka upaya itu hanya
menjadi simbol sikap apologetis dan eksklusivisme masyarakat.
Pengaruh ICMI cukup
besar di tahun 1998an, pada awal pembentukannya. Hal ini tidak dapat dipungkiri
karena BJ Habibie, ketua ICMI merupakan orang kepercayaan Presiden Soeharto.
Sepak terjang ICMI di awal reformasi cukup kuat. Pemikiran-pemikiran yang maju
dan kontroversial akan diikuti oleh pihak lain. Salah satu pencapaiannya adalah
berdirinya Bank Muamalat, sebuah bank yang berbasis syariah yang merujuk pada
kaidah-kaidah hukum Islam. Selain itu, haru dicatat pula berdirinya Koran
Republika, yang bertujuan menjadi wadah bagi hasil karya, ide-ide dan kreativitas
serta pemikiran para cendekiawan muslim dalam bentuk tulisan atau karangan,
telah membentuk sebuah cara pandang baru tentang Islam terhadap dunia bagi
semua orang.
D.
Tipe Budaya Politik
Menurut Prof. Dr. H.
Rusadi Kantaprawira, SH. mengelompokkan kedalam tiga tipe budaya yaitu
- Budaya
Politik Kaula
Budaya
politik kaula, yaitu di mana anggota masyarakat mempunyai minat, perhatian,
mungkin pula kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan, terutama terhadap
segi output-nya. Perhatian yang
frekuensinya sangat rendah atas aspek input
serta kesadarannya sebagai actor politik, boleh dikatakan nol. Orientasi mereka
yang nyata terhadap objek politik dapat terlihat dari pernyataannya, baik
berupa kebangsaan, ungkapan sikap mendukung maupun sikap bermusuhan terhadap
sistem, terutama terhadap aspek outputnya.
- Budaya
Politik Parokial
Budaya
politik parokial artinya terbatas pada wilayah atau lingkup yang kecil atau
sempit misalnya yang bersifat provincial.
Dalam masyarakat tradisional dan sederhana, di mana spesialisasi sangat kecil,
para pelaku politik sering serempa dengan melakukan peranannya dalam bidang
ekonomi, keagamaan dan lainnya. Dalam masyarakat yang bersifat parokial ini,
karena terbatasnya diferensiasi tidak terdapat peranan politik yang bersifat khas
dan berdiri sendiri, sebagai contoh pemimpin suku, yang sekaligus mengemban
berbagai peranan dalam masyarakatnya. Pada kebudayaan seperti ini, anggota
masyarakat cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang
luas, kecuali dalam batas tertentu, yaitu terhadap tempat di mana ia terikat
secara sempit.
- Budaya
Politik Primodal
Budaya
politik Primodal ditandai adanya ikatan-ikatan “kepentingan-kepentingan secara
rasional individual atau kelompok berada di atas kepentingan hidup bersama”.
Dari keadaan seperti itu bisa memunculkan kelompok-kelompok pertemanan atau
perhimpunan yang bisa mengenyampingkan kepentingan umum. Atas dasar itu
mengenyampingkan profesionalitas, sehingga memunculkan spoll system (lawan merit system) dalam sistem rekruitmen aparatur
pemerintahan/institusi. Suatu pemerintahan yang dikuasai oleh budaya politik
promodal cepat atau lambat lembaga itu akan bekerja kurang maksimal. Kolusi,
korupsi, dan nepotisme mudah bertumbuh di lingkungan lembaga seperti itu.
- Budaya
Politik Partisipan
Budaya
politik partisipan ditanadai oleh adanya perilaku seseorang mengganggap dirinya
ataupun orang lain sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik. Seseorang
dengan sendirinya menyadari setiap hak dan tanggung jawabnya (kewajibannya)
serta dapat pula merealisasi dan mempergunakan hak dan menanggung kewajibannya.
Tidak diharapkan seseorang harus menerima begitu saja keadaan, berdisiplin
mati, tunduk terhadap keadaan, tidak lain karena ia merupakan salah satu mata
rantai aktif proses politik. Dengan demikian, seseorang dalam budaya politik
partisipan dapat menilai dengan penuh kesadaran, baik sistem sebagai totalitas,
input dan output, ia sendiri terlibat dalam proses politik tertentu, betapapun
kecilnya.
E.
Sejarah Perkembangan Politik di
Indonesia
1.
Sistem
Pemerintahan Orde Lama
Masa orde lama yaitu
masa pemerintahan yg dimulai dari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai
masa terjadinya G30 S PKI. Orde Lama adalah istilah yang diciptakan oleh Orde
Baru. Bung Karno sangat keberatan masa kepemimpinannya dinamai Orde Lama. Bung
Karno lebih suka dengan nama Orde Revolusi. Tapi Bung Karno tak berkutik karena
menjadi tahanan rumah (oleh pemerintahan militer Orde Baru) di Wisma Yaso
(sekarang jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta).
Tokoh dari sistem
pemerintahan orde lama yang dimiliki Indonesia ialah siapa lagi kalau bukan
Bung Karno. Dengan segenap pemikiran, kepintaran, dan kecakapannya, Bung Karno
perlahan mulai "membangun badan" negara ini. Orde Lama berlangsung
dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan
bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat
menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan
parlementer. Presiden Soekarno digulingkan saat Indonesia menggunakan sistem
ekonomi komando. Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di
Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja.
Negara berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander)
menjadi masyarakat merdeka. Kondisi sosial ekonomi, sosial politik, sosial
budaya dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan hampir bangkrut. Indonesia
di masa Orde Lama (Soekarno, 1945 – 1966) lebih banyak konflik politiknya daripada
agenda ekonominya yaitu konflik kepentingan antara kaum borjuis, militer, PKI,
parpol keagamaan dan kelompok – kelompok nasionalis lainnya. Kondisi ekonomi
saat itu sangat parah dengan ditandai tingginya inflasi yaitu mencapai 732%
antara tahun 1964 – 1965 dan masih mencapai 697% antara tahun 1965 – 1966.
Keadaan ekonomi
keuangan pada masa orde lama amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
- Inflasi
yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang
secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah
RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang
De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang
pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI
(Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan
berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan
Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI
(Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan
teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan
tingkat harga.
- Adanya
blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negeri RI.
- Kas
negara kosong.
- Eksploitasi
besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang
dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
- Program
Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan
persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
- Upaya
menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
- Konferensi
Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang
bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu :
masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan
administrasi perkebunan-perkebunan.
- Pembentukan
Planning Board (Badan Perancang
Ekonomi) 19 Januari 1947, Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga
bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Kasimo Plan yang
intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan
yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik
(mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Orde Lama telah dikenal
prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan mempersatukan
bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang bagi
kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945). Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional
kita adalah; Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin,
Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.
Pada Orde Lama terjadi
banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil.
Tercatat ada 7 kabinet pada masa Orde Lama, yaitu :
1950-1951 - Kabinet
Natsir
1951-1952 - Kabinet
Sukiman-Suwirjo
1952-1953 - Kabinet
Wilopo
1953-1955 - Kabinet Ali
Sastroamidjojo I
1955-1956 - Kabinet
Burhanuddin Harahap
1956-1957 - Kabinet Ali
Sastroamidjojo II
1957-1959 - Kabinet
Djuanda
Era 1950 - 1959 adalah
era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17
Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Sebelum Republik
Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran
menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga
negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara
Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal
17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan
menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut
sistem kabinet parlementer.
Pada masa Orde lama,
Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia
yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Masa orde lama adalah masa
pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan.
Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat
3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode
1950-1959, dan periode 1959-1966.
2. Sistem pemerintahan orde baru
Jatuhnya Soekarno
merupakan peristiwa politik cukup menarik dan sangat bersejarah.
Disintegrasi dan
instabilisasi nasional sejak periode Orde Lama yang berpuncak pada
pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar (Surat Peritah
Sebelas Maret). Soekarno menandatangani
Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya –
berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat – menugaskan
Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan
institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk
membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya
yang duduk di parlemen. Supersemar adalah titik balik lahirnya tonggak
pemerintahan era Orde Baru yang merupakan koreksi total terhadap budaya dan
sistem politik Orde Lama. Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang
telah menyimpang dari Pancasila. Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967
(ditolaknya Pidato Nawaksara yang disampaikan oleh Presiden Soekarno), Presiden Soekarno diberhentikan dari
jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan
mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia. Di balik
kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa kelemahan. Selama
masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) tumbuh
subur.
Pembangunan Indonesia
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan ketidakadilan dan
kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi kesenjangan
pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot ke pusat. Akhirnya,
muncul rasa tidak puas di berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua. Di luar
Jawa terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan pendatang
(transmigran) yang memperoleh tunjangan pemerintah. Penghasilan yang tidak
merata semakin memperparah kesenjangan social. Pemerintah mengedepankan
pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik. Pemerintah melarang kritik
dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru. Kebebasan pers dibatasi
dan diwarnai pemberedelan Koran maupun majalah. Untuk menjaga keamanan atau
mengatasi kelompok separatis, pemerintah memakai kekerasan bersenjata.
Misalnya, program “Penembakan Misterius” atau Daerah Operasi Militer (DOM).
Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun 1997-1998.
Indonesia mengalami
krisis ekonomi pada tahun 1997.
Krisis moneter dan
keuangan yang semula terjadi di Thailand pada bulan Juli 1997 merembet ke
Indonesia. Hal ini diperburuk dengan kemarau terburuk dalam lima puluh tahun
terakhir. Dari beberapa negara Asia, Indonesia mengalami krisis paling parah.
Solusi yang disarankan IMF justru memperparah krisis. IMF memerintahkan penutupan
enam belas bank swasta nasional pada 1 November 1997. Hal ini memicu
kebangkrutan bank dan negara. Krisis ekonomi mengakibatkan rakyat menderita.
Pengangguran melimpah dan harga kebutuhan pokok melambung. Pemutusan hubungan
kerja (PHK) terjadi di berbagai daerah. Daya beli masyarakat menurun. Bahkan,
hingga bulan Januari 1998 rupiah menembus angka Rp 17.000,00 per dolar AS.
Masyarakat menukarkan rupiah dengan dolar. Pemerintah mengeluarkan “Gerakan
Cinta Rupiah”, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan. Krisis moneter tersebut
telah berkembang menjadi krisis multidimensi.
Krisis ini ditandai
adanya keterpurukan di segala bidang kehidupan bangsa. Kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah semakin menurun. Pemerintah kurang peka dalam menyelesaikan
krisis dan kesulitan hidup rakyat. Kabinet Pembangunan VII yang disusun
Soeharto ternyata sebagian besar diisi oleh kroni dan tidak berdasarkan
keahliannya. Kondisi itulah yang melatarbelakangi munculnya gerakan reformasi.
Gerakan reformasi
Gerakan reformasi dilatarbelakangi
oleh terjadinya krisis multidimensi yang dihadapi bangsa Indonesia. Semula
gerakan ini hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus di berbagai daerah. Akan
tetapi, para mahasiswa harus turun ke jalan karena aspirasi mereka tidak
mendapatkan jalan keluar.
Gerakan reformasi tahun
1998 mempunyai enam agenda antara lain (1) suksesi kepemimpinan nasional, (2)
amandemen UUD 1945, (3) pemberantasan KKN, (4) penghapusan dwifungsi ABRI, (5)
penegakan supremasi hukum, dan (6) pelaksanaan otonomi daerah. Agenda utama
gerakan reformasi adalah turunnya Soeharto dari jabatan presiden. Puncak
kekesalan demonstran ketika terjadi Tragedi Trisakti tanggal 12 Mei 1998 yang
kemudian memicu Kerusuhan besar-besaran Mei 1998 (Kerusuhan Mei 1998) sehari setelah kejadian tersebut. Beberapa
hari mereka menduduki gedung Parlemen kala itu. Ketika didalam gedung terjadi
rapat pleno Anggota Dewan. Akhir dari itu tanggal 21 Mei 1998 Suharto secara
resmi mengundurkan diri sebagai presiden Republik Indonesia kemudian digantikan
oleh wakilnya BJ.Habibie. Setelah Habibie terpilih menjadi presiden
menggantikan Suharto. Habibie membentuk kabinet baru yang bernama "Kabinet
Reformasi".
Seperti dilansir dari
wikipedia, Tanggal 10 November 1998 dibentukan himpunan mahasiswa yang tergabung
dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ), ITB Bandung,
Universitas Siliwangi serta empat tokoh reformasi yaitu Abrurrahman Wahid (Gus
Dur), Amien Rais, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Megawati Sukarno Putri.
Mereka mengadakan dialog nasional di kediaman Gusdur, Ciganjur, Jakarta
Selatan, dan menghasilkan 8 Butir Kesepakatan, yaitu :
- Mengupayakan
terciptanya persatuan dan kesatuan nasional.
- Menegakkan
kembali kedaulatan rakyat.
- Melaksanakan
desentralisasi pemerintahan sesuai dengan otonomi daerah.
- Melaksanakan
pemilu yang luber dan jurdil guna mengakhiri masa pemerintahan transisi.
- Penghapusan
Dwifungsi ABRI secara bertahap
- Mengusut
pelaku KKN dengan diawali pengusutan KKN yang dilakukan oleh Soeharto dan
kroninya.
- Mendesak
seluruh anggota Pam Swakarsa untuk membubarkan diri.
Pidato pengunduran
diri Soeharto
Kejatuhan Suharto
adalah peristiwa mundurnya Suharto dari jabatan Presiden Indonesia. Suharto
mundur pada Mei 1998 setelah runtuhnya dukungan untuk dirinya. “Demi
terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan
nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan
mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun, kenyataan hingga hari ini
menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya
tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut. Dalam
keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya
menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan
susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi. Dengan
memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk
dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh
karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara
sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi
yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan
saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari
Kamis, 21 Mei 1998.” Kejatuhan Suharto juga menandai akhir masa Orde Baru,
suatu rezim yang berkuasa sejak tahun 1968. Soeharto telah menjadi presiden
Indonesia selama 32 tahun. BJ Habibie melanjutkan setidaknya setahun dari sisa
masa kepresidenannya sebelum kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid pada
tahun 1999 (melalui pemilu). Peninggalan Soeharto masih diperdebatkan sampai
saat ini. Dalam masa kekuasaannya, yang disebut Orde Baru, Soeharto membangun
negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan infrastruktur Suharto juga
membatasi kebebasan warganegara Indonesia keturunan Tionghoa, menduduki Timor
Timur, dan dianggap sebagai rezim paling korupsi sepanjang masa dengan jumlah
$AS 15 miliar sampai $AS 35 miliar. Usaha untuk mengadili Soeharto gagal karena
kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia
meninggal karena kegagalan organ multifungsi di Jakarta pada tanggal 27 Januari
2008.
3. Sistem pemerintahan pada masa
reformasi
Presiden Habibie
sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mengupayakan
pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan
pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden
Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis.
Selain itu pada masa
pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum.
Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan
pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau
demonstrasi. Namun khusus demonstrasi, setiap organisasi atau lembaga yang
ingin melakukan demonstrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian
dan menentukan tempat untuk melakukan demonstrasi tersebut.
Setelah reformasi
dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara
bertahap yaitu 75 orang menjadi 38 orang. Langkah ini yang ditempuh adalah ABRI
semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta
Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI
dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah
menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara.
Pada masa Pemerintahan
Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum. Reformasi hukum itu
disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Tindakan yang
dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapat sambutan baik
dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya
mengarah kepada tatanan hukum yang didambakan oleh masyarakat.
Presiden Habibie
mencabut lima paket undang-undang tentang politik. Sebagai gantinya DPR
berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga undang-undang itu
disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie.
Ketiga undang-undang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan
umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Munculnya undang-undang
politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di
Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai politik
bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di
Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai
politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum tahun 1999. Hal ini disebabkan
karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan cukup ketat. Setalah
perhitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU),
hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di
antaranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai
Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional.
Setelah Komisi
Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR segera
melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1
– 21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan menjadi ketua
MPR dan Akbar Tanjung menjadi ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR
XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui
mekanisme voting dengan 355 suara menolah, 322 menerima, 9 absen dan 4 suara
tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk
mencalonkan diri mejadi Presiden Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan
munculnya tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR
yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza
MAhendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkna
diri. Oleh karena itu, tinggal dua calon Presiden yang maju dalam pemilihan
itu, Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnopoutri. Dari hasil pemilihan
presiden yang dilaksanakan secara voting, Abdurrahman Wahid terpilih menjadi
Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan
pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekaroputri dan Hamzah Haz.
Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri.
Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil
Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.
Abdurrahman Wahid (Gus
Dur) menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia tidak sampai pada
akhir masa jabatannya. Beliau menduduki jabatan sampai tahun 2001 dikarenakan
munculnya ketidakpercayaan parlemen padanya. DPR/MPR kemudian memilih dan
mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia dan
Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir
pada tahun 2004.
Pemilihan Umum tahun
2004 merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah pemerintahan Republik
Indonesia. Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf
Kalla sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009.
Kondisi Sosial
Masyarakat Sejak Reformasi
Sejak krisis moneter
yang melanda pada pertengahan tahun 1997, perusahaan-perusahaan swasta
mengalami kerugian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami
kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya.
Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi
perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja
menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit
dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil
tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK.
Para pekerja yang
diberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga jumlah pengangguran
diperkirakan mencapai 40 juta orang. Pegangguran dalam jumlah yang sangat besar
ini akan menimbulkan terjadinya masalah sosial dalam kehidupan masyarakat.
Dampak susulan dari pengangguran adalah makin maraknya tindakan-tindakan
criminal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Langkah yang diambil
untuk mengatasi masalah tersebut adalah pemerintah dengan serius menangani
masalah pengangguran dengan membuka lapangan kerja baru yang dapat menampung
para penganggur tersebut. Langkah berikutnya, pemerintah berusaha menarik
kembali para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga dapat
membuka lapangan kerja baru untuk menampung para penganggur tersebut.
Kondisi Ekonomi
Masyarakat Indonesia
Sejak berlangusngnya
krisis moneter pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mulai mengalami keterpurukan.
Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan rakyat makin menurun.
Pengangguran juga semakin luas. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh
pemerintahan Habibie untuk memperbaiki perekonomian Indonesia diantaranya :
a. Merekapitulasi perbankan
b. Merekonstruksi perekonomian Indonesia
c. Melikuidasi beberapa bank bermasalah
d. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp 10.000,-
e. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang
disyaratkan IMF
Dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat, pemerintah juga memperhatikan harga
produk pertanian Indonesia, karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun
sejak krisis 1997 tidak pernah berpihak kepada petani. Apabila pendapatan
petani meningkat, maka permintaan pertanian terhadap barang non pertanian juga
meningkat. Dengan ditetapkannya harga produk pertanian akan member semangat
bangkitnya para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan perusahaannya.
Pihak pemerintah telah
berusaha ntuk membawa Indonesia keluar dari krisis. Tetapi tidak mungkin dapat
dilakukan dalam waktu yang singkat. Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis,
presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan
penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.
Mundurnya Soeharto dari
jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru,
untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh
penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini
sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir.
Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai
"Era Pasca Orde Baru".
Perubahan
(amandemen) UUD 1945
Dalam kurun waktu
1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan
dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
- Sidang
Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
- Sidang
Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
- Sidang
Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
- Sidang
Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Undang-Undang Dasar
1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.
Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam
pasal-pasal sebagai berikut :
Negara Indonesia
adalah negara Hukum.
Tercantum di dalam
Pasal 1 ayat (3). Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menempatkan
kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi
mansuia dan prinsip due process of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang
merdeka diatur dalam bab IX yang berjumlah 5 pasal dan 16 ayat. (Bandingkan
dengan UUD 1945 sebelum perubahan yang hanya 2 pasal dengan 2 ayat). Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1 UUD 1945). Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer
dan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sedangkan
badan-badan lainnya yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur
dalam undang-undang.
Sistem
Konstitusional
Sistem Konstitusional
pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945) berdasarkan Check and Balances.
Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk
mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara,
mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya
berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara.
Sistem yang hendak dibangun adalah sistem “check and balances”, yaitu
pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada
yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan
fungsi-fungsi masing-masing.
Atas dasar semangat
itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari
“Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”, menjadi
“Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini
berarti bahwa kedaulatan rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar
undang-undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar oleh
lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya
dalam undang-undang dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh
MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial,
BPK dan lain-lain sesuai tugas dan wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan
rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan
Presiden dan Wakil Presidennya melalui pemilihan umum.
Tata urutan
perundang-undangan RI
Pada era reformasi
diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan sebanyak dua kali,
yaitu :
Menurut TAP MPR III
Tahun 2000:
- UUD
1945
- TAP
MPR
- UU
- PERPU
- PP
- Keputusan
Presiden
- Peraturan
Daerah
Menurut UU No. 10 Tahun
2004:
- UUD
1945
- UU/PERPU
- Peraturan
Pemerintah
- Peraturan
Presiden
- Peraturan
Daerah
- Sistem
Pemerintahan
Sistem ini tetap dalam
frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas sistem presidensial
itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, akan tetap
bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam pengawasan DPR. Presiden hanya
dapat diberhentikan dalam masa jabatannya karena melakukan perbuatan melanggar
hukum yang jenisnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Dasar atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan
Presiden dalam masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran hukum yang
dilakukan Presiden sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.
Kekuasaan negara
tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai dengan Pasal 2
ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut :
- Mengubah
dan menetapkan Undang-Undang Dasar
- Melantik
Presiden dan/atau Wakil Presiden
- Dapat
memberhentikan presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut UUD
- Presiden
ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD.
- Masih
relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).
Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Pada awal
reformasi Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR (Pada
Pemerintahan BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri
untuk masa jabatan lima tahun. Tetapi, sesuai dengan amandemen ketiga UUD
1945 (2001) presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh
rakyat dalam satu paket.
Presiden tidak
bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan memperhatikan
pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d.
16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan
negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial. Menteri
negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan,
pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang (Pasal 17).
Kekuasaan Kepala Negara
tidak tak terbatas.
Presiden sebagai kepala
negara, kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang memberhentikan
Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain
mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak
mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal
20 A ayat 2 dan 3).
BAB III
PENUTUP
- Simpulan
Budaya
politik tidak lepas dari konsep-konsep politik yaitu Negara (ruang lingkup),
Kekuasaan (kemampuan seseorang/kelompok dalam mempengaruhi tingkah laku orang
untuk mencapai suatu tujuan), Pengambilan keputusan (membuat pilihan alternative/metode
penetuan keputusan), Kebijakan umum (kumpulan keputusan yang sudah disepakati
untuk dicapai), pembagian (penjatahan dari nilai-nilai dalam masyarakat).
Budaya
politik juga termasuk dalam dimensi psikologis, sebab itu terjadi
konflik-konflik politik dan proses pembuatan kebijakan politik. Adapun
komponen-komponen pendukung budaya politik adalah orientasi kognitif, orientasi
afektif, orientasi evalutif. Namun suatu kegiatan politik tidak selalunya
berjalan sesuai yang diharapkan, kenyataannya semua tidak dapat direalisasikan
karena dipengaruhi kendala ekonomi dan keadaan yang terus-menerus berubah dari
tahun ke tahun. Pada saat ini politik di Indonesia menganut sistem demokrasi
yaitu pemerintahan tertinggi dibawah tangan rakyat dan untuk rakyat, dengan
sistem seperti ini rakyat bebas mengutarakan pendapatnya baik melalui demokrasi
di jalan-jalan secara langsung maupun melalui media massa dengan harapan
pemerintah dapat merealisasikan secara cepat tujuan Negaranya. Kekuatan politik
ini dipengaruhi oleh hokum yang diterapkan dalam Negara itu sendiri, kekuatan
masyarakat (dalam hal ini mahasiswa/generasi muda mempunyai peran yang lebih
banyak lalu golongan cedekiawan di bidang politik), pers dan pengusaha, proses
pembuatan dan penerapan kebijakan di Indonesia.
Perkembangan
politik Indonesia dimulai dari peristiwa kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945
hingga sekarang masih terus berkembang dengan memunculkan ide-ide baru demi
kesejahteraan umat Indonesia. Dimulai dari masa orde lama, orde baru, masa
reformasi pemerintah Indonesia berupaya keras membangkitkan kejayaan dan
mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
Budaya
politik Indonesia di Era Reformasi tidak
membawa perubahan yang signifikan terhadap budaya politik masyarakat Indonesia,
walaupun secara historis pelembagaan formal sistem politik Indonesia sudah mengalami
beberapa kali perubahan. Hal ini dapat dipahami mengingat suatu kebudayaan
berdasarkan hukum-hukum perkembangan masyarakat (laws of social development)
berjalan relatif lambat. Dalam konteks ini perlu kita simak pendapat dari
Winarno bahwa mengubah budaya politik tidak semudah mengubah struktur dan
fungsi-fungsi politik. Mengubah struktur dan fungsi dapat dilakukan dengan
mengubah undangundang dasar suatu negara, tetapi mengubah budaya politik suatu
bangsa akan memerlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun. Terlebih ketika
budaya tersebut telah mengakar dalam kehidupan politik masyarakatnya. Capaian
proporsi 12,57% penduduk dewasa berkebudayaan politik
partisipan tentunya dibilang masih rendah bila dibandingkan
dengan capaian masyarakat demokratik industrial, 17 sebuah masyarakat di mana
terdapat cukup banyak ativis politik dan kehadiran pemberian suara yang besar
ataupun publik peminat yang kritis dalam mendiskusikan masalah-masalah kemasyarakatan
dan pemerintahan, dan kelompok-kelompok penekan yang mengusulkan
kebijakan-kebijkan baru (Winarno, 2008:19). Namun demikian, melihat tingginya
proporsi masyarakat bertipe budaya subjek yang terdiri dari kalangan menengah
perkotaan dan pemilih pemula yang rata-rata berpendidikan SLTA , maka potensi
terjadinya pergeseran budaya politik masyarakat kalangan ini ke arah budaya
politik partisipan sangatlah besar. Terlebih fenemona yang terjadi akhir-akhir
ini di mana kalangan pengusaha, baik kelas atas atau maupun kelas menengah
mulai tertarik untuk terjun dalam kancah politik praktis. Hal ini sudah tentu menjadi fenomena yang
sangat menggembirakan dalam pembangunan politik di Indonesia
Sebagai
warga negara yang mengetahui arti demokrasi, pasti akan
menyambut
baik nilai kebebasan itu dengan sikap dan perilaku positif. Adapun
sikap
dan perilaku tersebut, antara lain :
1. Bebas
tetapi bertanggung jawab;
2.
Jujur dan berani mengungkapkan pendapat;
3.
Ikhlas menerima perbedaan dan berlapang dada;
4.
Menghargai orang lain;
5.
Aktif dan kreatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
B.
Saran
Demi
tercapainya generasi muda yang intelektual, berketerampilan, kreatif, dan
mandiri maka disarankan kepada :
1.
Bagi pemerintah, agar kiranya dapat lebih meningkatkan
kinerja dalam mewujudkan tujuan politik yaitu mendepankan kepentingan bangsa
dalam berpolitik dan menata negara agar kesejahteraan rakyat tercapai.
2.
Bagi institusi independen dalam bidang bahasa, agar
kiranya mengembangkan kajian-kajian sosial dalam bidang politik.
3.
Bagi mahasiswa yang berkecimpung dibidang ilmu hukum dan
politik, agar kiranya lebih memerhatikan arus perkembangan politik di Indonesia
dan proses aktualisasinya.
4.
Bagi masyarakat, agar kiranya berpartisipasi dalam setiap
kegiatan politik dan berani menyalurkan aspirasi baik dalam media gambar maupun
tulisan.
5. Bagi penulis lain yang ingin mengkaji dengan
tema yang sama, agar kiranya mengembangkan dan mengarahkannya pada pemecahan
masalah dan solusi.
DAFTAR PUSTAKA
H.Beer, Samuel, dkk. 1967. Patterns of Government. Random House: New York
Abcarain Gilbert dan S.Masannat, George. 1970. Contemporary Political Systems. Charles
Scribner’s Sons: New York
Mulyawan, Budi. 2015. Jurnal Aspirasi Vol.5 No.2 Februari
2015: Budaya Politik Masyarakat Indonesia
dalam Perspektif Pembangunan Politik.
Zuhro, R.Siti. Budaya Politik
Zulkarnain. 2011. Diktat: Sejarah Politik. Kementrian Pendidikan
Nasional UNY: Yogyakarta
Susilo, Andrew. 2014. Ilmu Politik: Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Kekuatan Politik Di Indonesia, (online) , (http://www.semangatanaknegeri.com/2014/11/faktor-yang-mempengaruhi-kekuatan-politik-indonesia.html,
diakses 20 Maret 2016)
Riyanto, Astim. 2006. Budaya
Politik Indonesia. Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung
Tshi, Patrice. 2015. Sistem
Pemerintahan Orde Baru, Orde Lama dan Era
Reformasi, (online) , (http://patrice-share.blogspot.co.id/2015/03/sistem-pemerintahan-orde-lama-orde-baru.html,
diakses 25 Maret 2016)
Komentar
Posting Komentar