Metode Konservasi dengan Pembuatan Lubang Resapan Biopori
BAB 1
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Pemanfaatan sumber daya alam yang berupa tanah dan air
sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional, harus dilaksanakan
sebaik-baiknya berdasarkan azas kelestarian, keserasian dan azas pemanfaatan
yang optimal, yang dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang.
Penggunaan pemanfaatan tanah dan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah
konservasi dan melampaui kemampuan daya dukungnya, akan menyebabkan terjadinya
lahan kritis. Disamping itu perilaku masyarakat yang belum mendukung
pelestarian tanah dan lingkungan menyebabkan terjadinya bencana alam banjir
pada musim penghujan.
Untuk menghindari hal tersebut di atas perlu dilakukan
upaya pelestarian lahan kritis, dan pengembangan fungsi biopori terus
ditingkatkan dan disempurnakan. Biopori pada lahan kritis dimaksudkan untuk
memulihkan kesuburan tanah, melindungi tata air, dan kelestarian daya dukung
lingkungan.
Biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil)
yang dibentuk oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman. Lubang Resapan
Biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah
dengan diameter 10-30 cm, kedalaman 100 cm atau tidak melebihi kedalaman muka
air tanah. Lubang kemudian diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya
biopori. LRB adalah teknologi tepat guna ramah lingkungan untuk mengatasi
banjir dan sampah dengan cara (1) meningkatkan daya resap air, (2) mengubah sampah
organik menjadi kompos, (3) memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar
tanaman, (4) mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti
penyakit demam berdarah dan malaria, (6) sebagai “karbon sink” untuk membantu
mencegah terjadinya pemanasan global.
Lubang Resapan Biopori menurut Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor: P.70/ Menhut-II/ 2008/ Tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi
Hutan dan Lahan, adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat
berbagai aktivitas organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman,
rayap, dan fauna tanah lainnya. Lubang - lubang yang terbentuk akan terisi
udara dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah.
B.
Rumusan Masalah
·
Apa saja manfaat yang didapatkan dari
biopori untuk penyelamatan lingkungan?
·
Bagaimana cara pembuatan biopori yang
efisien dan efektif?
·
Bagaimana cara memelihara biopori agar
tetap bagus?
C.
Tujuan Penulisan
·
Mengetahui manfaat yang didapatkan dari
biopori untuk penyelamatan lingkungan
·
Mengetahui cara pembuatan biopori yang
efisien dan efektif
·
Mengetahui cara memelihara biopori agar
kondisinya tetap bagus
D.
Batasan Masalah
Agar penulisan ini tidak menyimpang dan mengambang
dari tujuan yang semula direncanakan sehingga mempermudah mendapatkan data dan
informasi yang diperlukan, maka penulis menetapkan batasan bahwa metode
pembuatan lubang resapan biopori ini hanya untuk lingkungan perumahan/tempat
tinggal.
BAB 2
Pembahasan
A.
Pengertian
Lubang
Resapan Biopori menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.70/Menhut-II/ 2008/Tentang
Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, adalah lubang-lubang di dalam
tanah yang terbentuk akibat berbagai aktivitas organisme di dalamnya, seperti
cacing, perakaran tanaman, rayap, dan fauna tanah lainnya. Lubang - lubang yang
terbentuk akan terisi udara dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam
tanah.
B.
Manfaat Lubang Resapan Biopori
Pertama, Mencegah Banjir Banjir sendiri telah
menjadi bencana yang merugikan bagi warga Jakarta. Keberadaan lubang biopori
dapat menjadi jawaban dari masalah tersebut.
Bayangkan bila setiap rumah, kantor atau tiap bangunan di Jakarta memiliki
biopori berarti jumlah air yang segera masuk ke tanah tentu banyak pula dan
dapat mencegah terjadinya banjir.
Kedua, Tempat Pembuangan Sampah Organik. Banyaknya
sampah yang bertumpuk juga telah menjadi masalah tersendiri di kota Jakarta.
Kita dapat pula membantu mengurangi masalah ini dengan memisahkan sampah rumah tangga kita
menjadi sampah organik dan non organik. Untuk sampah organik dapat kita buang dalam
lubang biopori yang kita buat.
Ketiga, Menyuburkan Tanaman Sampah organik yang
kita buang di lubang biopori merupakan makanan untuk organisme yang ada dalam
tanah. Organisme tersebut dapat membuat sampah menjadi kompos yang merupakan pupuk
bagi tanaman di sekitarnya. Keempat, Meningkatkan Kualitas Air Tanah Organisme
dalam tanah mampu membuat sampah menjadi mineral-mineral yang kemudian dapat
larut dalam air. Hasilnya, air tanah menjadi berkualitas karena mengandung
mineral.
C.
Metedologi
Metode Analisis
Guna tercapainya tujuan penelitian, maka dilakukan
analisis yang berupa analisis kualitatif untuk mengidentifikasi Lubang Resapan
Biopori (LRB) eksisting, serta analisis kuantitatif untuk mengidentifikasi kebutuhan
Lubang Resapan Biopori yang ideal dan untuk penentuan lokasi Lubang Resapan Biopori
(LRB) yang tepat.
Metode Analisis untuk Mengidentifikasi Lubang
Resapan Biopori (LRB)
Dalam metoda ini dilakukan analisis kualitatif.
Melalui analisis kualitatif ini dilakukan pengolahan data sekunder dan observasi
lapangan mengenai Lubang Resapan Biopori (LRB) untuk mengidentifikasi lubang resapan
biopori yang sudah diterapkan di Kawasan DAS Cikapundung tengah. Analisis yang
dilakukan dengan cara wawancara terhadap bapak Camat yang berada di DAS Cikapundung
Bagian Tengah serta observasi lapangan.
Metode Analisis Penentuan Lokasi yang Cocok di
Terapkan Lubang Resapan Biopori
(LRB)
Kinerja
Lubang Resapan Biopori (LRB) akan berfungsi dengan baik jika pembangunannya di suatu kawasan yang memenuhi
persyaratan, yaitu : tanah harus mudah meloloskan air; dibangun tidak melebihi
kedalaman permukaan air tanah (water
table) dalam hal perancangan pembuatan biopori. Maka dalam metode ini perlu
dilakukan penentuan lokasi kawasan yang memiliki persyaratan tersebut dengan melihat
jenis tanah, curah hujan, serta kepadatan bangunan di wilayah DAS Cikapundung
Tengah (hal ini sesuai dengan syarat penentuan lokasi yang telah disampaikan oleh Ir.kamir R.Brata,Msc). Analisis
ini dilakukan untuk mengetahui lokasi yang cocok diterapkannya lubang resapan biopori.
Secara garis besar konsep analisis ini menerapkan teknik superimpose dengan
ketiga variabel analisis penentuan lokasi LRB. Adapun ketiga variabel tersebut
adalah :
Pertama, Analisis Jenis Tanah. Analisis
kualitatif ini dilakukan untuk menganalisis jenis tanah sehingga dapat diketahui
daya serap tanah terhadap air hujan di wilayah studi. Analisis jenis tanah ini
juga dapat berguna untuk menentukan lokasi yang cocok,
sehingga nantinya dapat dipergunakan dalam superimpose
menurut jumlah skor dalam
pembobotan. Permeabilitas adalah kemampuan
tanah dalam diresapi air.
Kedua, Analisis Curah Hujan. Berdasarkan Ruang
lingkup wilayah dari studi ini adalah Kawasan tengah Sungai Cikapundung bermula
dari Dago Bengkok hingga sekitar Jembatan Siliwangi merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 30% -50%, bagian tengah
mulai dari Jembatan Siliwangi hingga
PLN merupakan daerah
berombak dengan kemiringan 3-8%, dan pada beberapa
lokasi memiliki kemiringan15% - 30% bagian selatan mulai dari sekitaran PLN hingga
Tol Padaleunyi merupakan daerah dengan kemiringan 0-3%. Dan curah hujan yang
berada di lokasi penelitian ini berkisar 1500-2000 mm/ tahun. Analisis kualitatif ini dilakukan untuk
menentukan lokasi yang cocok diterapkannya lubang resapan biopori. Setelah
diketahui curah hujan maka dilakukan superimpose dari jumlah skor dalam pembobotan.
Ketiga, Analisis Kepadatan Bangunan. Analisis
kualitatif dan kuantitatif ini dilakukan untuk menentukan lokasi yang cocok
diterapkannya lubang resapan biopori. Analisis yang dipakai untuk mengetahui kepadatan
bangunan di wilayah penelitian adalah analisis KWT (Koefisien Wilayah Terbangun).
KWT (Koefisien Wilayah Terbangun) adalah angka prosentase luas kawasan atau
blok peruntukan yang terbangun terhadap luas kawasan atau luas blok peruntukan
yang direncanakan. Untuk mempermudah menganalisis KWT (Koefisien Wilayah
Terbangun) dilakukan pembagian blok berdasarkan jalan, fungsi dominan, kepadatan
bangunan. Setelah diketahui nilai KWT nya maka dilakukan perhitungan dalam pembobotan.
Maka dari perhitungan pembobotan tersebut
diketahui interval dengan tiga kelas lahan yang cocok diterapkannya LRB sebagaimana
terdapat dalam kelas berikut ini : (1) Interval skor > 50, merupakan lahan
yang Maka dari perhitungan pembobotan tersebut diketahui interval dengan tiga
kelas lahan yang cocok diterapkannya LRB cocok diterapkannya LRB; (2) Interval
skor 35-40, merupakan lahan yang kurang cocok diterapkannya LRB; (3) Interval
skor 10-30, merupakan lahan yang tidak cocok diterapkannya LRB. Sumber :
klasifikasi kemampuan lahan fakultas geografi UGM,1991.
Metode Analisis Jumlah Kebutuhan Lubang Resapan
Biopori (LRB) yang Ideal di Wilayah DAS Cikapundung Bagian Tengah
Untuk mengetahui kebutuhan Jumlah Lubang
Resapan Biopori (LRB) , perlu diketahui intensitas curah hujan terlebih dahulu,
debit limpasan curah hujan, serta laju peresapan infiltrasi. Analisis ini
dilakukan setelah diketahui kawasan yang cocok diterapkannya bagi penempatan
LRB. Berikut beberapa perhitungannya :
Pertama, Analisis Intensitas Curah Hujan Intensitas
hujan adalah tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Sifat umum hujan
adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan
semakin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Tujuan analisis
ini adalah untuk mengetahui nilai intensitas hujan yang akan digunakan untuk
perhitungan jumlah lubang resapan biopori di wilayah studi. Perhitungan
intensitas curah hujan di wilayah studi dilakukan dengan menggunakan rumus Mononobe.
Kedua, Analisis Debit limpasan air hujan. Air
Limpasan/larian (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan
tanah menuju ke sungai, danau, dan lautan. Air hujan yang tidak sempat masuk ke
dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang
lebih rendah. Air larian berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju
infiltrasi air ke dalam tanah. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan debit
limpasan (run off) sebagai masukan untuk penentuan jumlah lubang resapan
biopori di wilayah studi.
Q=0,278 x C x I x A
Keterangan
0,278 sebagai ketetapan
Q =
Debit air larian m3/hari hujan
C =
Koefisien air larian
I = Intensitas hujan (m3/hari hujan)
A = Luas
area larian
a) Analisis
Infiltrasi
Analisis
ini bertujuan untuk mengetahui laju
infiltrasi air daerah penelitian, untuk itu
dibutuhkan
data hasil pengukuran laju infiltrasi dilapangan dengan mengunakan ring infiltrometer.
Analisa infiltrasi pada penelitian ini menggunakan metode Horton.
b)
Analisis Penentuan Jumlah LubangResapan Biopori (LRB)
Titik A
= Q limpasan titik A Jumlah air yang
Terinfiltrasi
Titik B
= Q limpasan titik B Jumlah air yang
Terinfiltrasi
Titik C
= Q limpasan titik C Jumlah air yang
Terinfiltrasi
Jumlah
air yang terinfiltrasi = F(t) = fc t +1/k
(fo- fc) (1-e-kt)
Keterangan
:
F(t) :
Jumlah air yang terinfiltrasi
fc =
tingkat infiltrasi setelah konstan
(cm/menit)
fo =
tingkat infiltrasi awal (cm/menit)
e = 2,78
t =
waktu konsta (jam)
k = 1/m
log
BAB 3
Kesimpulan
Kesimpulan
Merujuk dari rumusan masalah dan tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini, maka kesimpulan yang dihasilkan adalah
bahwa hampir seluruh kawasan yang berada di DAS Cikapundung Tengah dalam
koefisien wilayah terbangun (KWT) menunjukkan padat bangunan dengan KWT 60-90
%. Kesesuaian dengan pemanfaatan lahan Sungai Cikapundung secara eksisting, dan
diuraikan berdasarkan hasil analisis sebagai berikut: Pertama, Penggunaan lahan
di sekitaran Sungai Cikapundung pada saat ini sudah banyak digunakan sebagai permukiman, sehingga fungsi utama
dari Sungai Cikapundung ini
sudah bergeser, dengan berubahnya
fungsi utama Sungai Cikapundung berpengaruh besar pula terhadap Sungai Citarum,
seperti semakin berkurangnya volume air di Sungai Cikapundung yang disebabkan
oleh semakin banyaknya endapan yang
ada di Sungai
Cikapundung akibat perilaku masyarakat
di sekitaran bantaran Sungai
Cikapundung. Kedua, Masih kurangnya tingkat kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan dilihat dari masih sedikitnya jumlah lubang resapan biopori
yang ada saat ini, dan
sangat jauh dari jumlah yang ideal. Ketiga, Lokasi yang tepat
diterapkannya lubang resapan biopori adalah Kelurahan Lebak Siliwangi,
Kelurahan Tamansari, Kelurahan Babakan Ciamis, Kelurahan Braga dilihat dari
variabel yang sangat menentukan yaitu kepadatan bangunannya. Jumlah lubang
resapan biopori yang tepat untuk lokasi di Das Cikapundung Bagian Tengah
berjumlah 945.446, berdasarkan hasil perhitungan.
Rekomendasi
Rekomendasi pada studi ini terbagi menjadi 2
jenis, yaitu: (1) rekomendasi untuk DAS Cikapundung Bagian Tengah, dan; (2) rekomendasi
untuk masyarakat umum.
Pertama, Rekomendasi Untuk DAS Cikapundung
Bagian Tengah. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa terdapat 3 (tiga)
indikator dalam penentuan lokasi dan jumlah lubang resapan biopori, maka
rekomendasi yang diberikan untuk penentuan lokasi dan jumlah lubang resapan
biopori antara lain:
Kondisi Eksisting Penerapan Lubang Resapan
Biopori di Bandung :
Jumlah lubang resapan biopori yang ada saat ini masih
sangat sedikit, dan
sangat jauh dari
jumlah yang ideal. Sehingga haruslah ada
penelitian yang lebih
lanjut dari berbagai
disiplin ilmu mengenai
jumlah lubang resapan biopori yang ideal untuk Kota Bandung.
Menentukan Lokasi Lubang Resapan Biopori di
wilayah Cikapundung Bagian Tengah:
LRB sebaiknya dibuat dalam alur karena di
lokasi tersebut biasanya air berkumpul. Air akan mengalir dari tempat yang
tinggi ke tempat yang lebih rendah. Dengan mengacu pada prinsip ini, dapat
diketahui ke mana arah aliran air dan menentukan lokasi LRB agar air masuk ke
dalamnya. Tempat-tempat yang disarankan untuk di buat LRB antara lain saluran
pembuangan air, sekeliling pohon, kontur taman, tepi taman dengan bidang kedap,
dan sisi pagar.
Jenis dan kondisi tanah sangat berperan dalam
upaya peresapan air hujan. Oleh karenanya, sebelum membuat LRB perlu diketahui
terlebih dahulu mengenai kondisi tanahnya. Kondisi yang berpengaruh terhadap laju
peresapan air adalah tekstur tanah. Pada tekstur tanah yang lepas, terdapat
lebih banyak pori daripada tekstur tanah liat. Tekstur tanah pasir akan cepat
meresapkan air dibandingkan pada tanah liat. Pembentukan kompos dan biopori
pada LRB akan mempercepat laju peresapan air pada semua tekstur tanah.
Menentukan Jumlah Lubang Resapan Biopori yang
Ideal di wilayah Cikapundung Bagian Tengah :
Untuk mengetahui kebutuhan Jumlah Lubang
Resapan Biopori (LRB), perlu diketahui intensitas curah hujan terlebih dahulu,
debit limpasan curah hujan, serta laju peresapan infiltrasi.
Rekomendasi Untuk Masyarakat Umum
Adapun rekomendasi yang diberikan untuk masyarakat
secara umum antara lain adalah:
1) Perlu diadakannya penyuluhan/ pengarahan dari
pemerintah kepada masyarakat menyangkut pentingnya lubang resapan biopori (LRB)
yang mempunyai manfaat untuk mempercepat peresapan air hujan dan mengatasi
sampah organik sehingga mencegah timbulnya genangan air dan banjir, serta menjauhkan
diri dari bencana erosi dan longsor;
2) Perlu adanya suatu kegiatan sosialisasi tentang
teknologi peresapan air melalui alternatif teknologi peresapan air yang lebih
tepat guna seperti lubang resapan biopori (LRB) dalam pengertian lebih mudah
dibuat, dipelihara dengan biaya murah, dan lebih ramah lingkungan dibandingkan
dengan beberapa teknologi peresapan air ke dalam tanah seperti kolam resapan,
parit resapan, dan sumur resapan yang belum dapat diterapkan berbagai alasan,
antara lain memerlukan tempat yang relatif luas, waktu yang relatif lama, dan
biaya yang relatif mahal.
Daftar Pustaka
Sanitya Ria, Burhanudin Hani. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.13 No.1: Penentuan Lokasi dan Jumlah Lubang
Resapan Biopori Di Kawasan Das Cikapundung Bagian Tengah. Penerbit: Universitas
Islam Bandung. Bandung
Komentar
Posting Komentar